Senin, 31 Oktober 2011

UU No. 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN

UU No. 4 TAHUN 1992

Pasal 12
(1) Penghunian rumah oleh bukan pemilik hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik.
(2) Penghunian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan baik dengan cara sewa-menyewa maupun dengan cara bukan sewa menyewa.
(3) Penghunian rumah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dengan cara sewa-menyewa dilakukan dengan perjanjian tertulis, sedangkan penghunian rumah dengan cara bukan sewa-menyewa dapat dilakukan dengan perjanjian tertulis.
(4) Pihak penyewa wajib menaati berakhirnya batas waktu sesuai dengan perjanjian tertulis.
(5) Dalam hal penyewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak bersedia meninggalkan rumah yang disewa sesuai dengan batas waktu yang disepakati dalam perjanjian tertulis, penghunian dinyatakan tidak sah atau tanpa hak dan pemilik rumah dapat meminta bantuan instansi Pemerintah yang berwenang untuk menertibkannya.
(6) Sewa-menyewa rumah dengan perjanjian tidak tertulis atau tertulis tanpa batas waktu yang telah berlangsung sebelum berlakunya Undang-undang ini dinyatakan telah berakhir dalam waktu 3 (tiga) tahun setelah berlakunya Undang-undang ini.
(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
Sengketa yang berkaitan dengan pemilikan dan pemanfaatan rumah diselesaikan melalui badan peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
(1) Pemilikan rumah dapat dijadikan jaminan utang.
(2) a. Pembebanan fidusia atas rumah dilakukan dengan akta otentik yang dibuat oleh notaris sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pembebanan hipotek atas rumah beserta tanah yang haknya
dimiliki pihak yang sama dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 16
(1) Pemilikan rumah dapat beralih dan dialihkan dengan cara pewarisan atau dengan cara pemindahan hak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pemindahan pemilikan rumah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta otentik.
Pasal 32
(1) Penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan dengan:
a. penggunaan tanah yang langsung dikuasai Negara;
b. konsolidasi tanah oleh pemilik tanah;
c. pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah yang dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Tatacara penggunaan tanah yang langsung dikuasai Negara dan tatacara konsolidasi tanah oleh pemilik tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) butir a dan b diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 36
(1) Setiap orang atau badan dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal (7),ayat (1), Pasal 24, dan Pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap orang karena kelalaiannya mengakibatkan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(3) Setiap badan karena kelalaiannya mengakibatkan pelanggaran alas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 24, Pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(4) Setiap orang atau badan dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal 12 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Pasal 37
Setiap orang atau badan dengan sengaja melanggar ketentuan harga tertinggi sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan denda setinggi-tingginya Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

Aplikasi UU No.4 Th 1992 :

Ancaman Dari UU Pemukiman

DPR didesak menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perumahan dan Permukiman (Perkim) yang akan merevisi UU No.4 Tahun 1992 tentang Perkim. Pasalnya, draf revisi UU Perkim ini tidak mencerminkan rasa keadilan rakyat dalam mengakses fasilitas perumahan sebagai hak dasar yang dijamin dalam konstitusi.
Hal itu dinyatakan Ketua Kelompok Keahlian Perumahan dan Permukiman dari Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung (ITB) M Johansyah Siregar dalam Diskusi Kajian RUU Perkim di Jakarta.
Jehansyah berpendapat, draf RUU Perkim yang terdiri dari 18 bab dan 133 pasal seperti ajang proyek perumahan, bukan dalam kerangka pengembangan sistem penyediaan perumahan.
Menurutnya, draf RUU ini hanya berisi perencanaan, rancangan rumah dan jenis-jenis rumah yang bisa dibangun, tapi tidak jelas siapa atau lembaga mana yang bertugas menjalankan peranan pokok dan fungsinya.
"Isi UU semacam itu bisa diinterpretasikan sebagai sebuah landasan untuk menjustifikasi terbalik karena hanya bersifat project oriented" katanya.
Selain itu, kata dia, isi revisi
UU 4 Tahun 1992 itu juga banyak bertentangan dengan arsitektur UU Perumahan yang berlaJcu secarauniversal sehingga berpotensi kian mengerdilkan peran lembaga perumahan dan membuat semrawut tata ruang perkotaan.
Jika DPR tetap mengesahkan RUU tersebut pada tahun ini, para praktisi dan pengamat perumahan mengkhawatirkan terjadinya ketimpangan pasar yang kian melebar di segmen rumah sejahtera bagi rakyat berpenghasilan rendah. RUU Perkim ini diklaim hanya mewakili kepentingan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas.
Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Fuad Zakariajuga khawatir jika RUU Perkim disahkan bisa memberangus kewenangan Perum Perumnas, salah satu BUMN sebagai penyedia perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Fuad menegaskan, jika pemerintah memiliki political will dalam menanggulangi masalah kelangkaan ketersediaan fasilitas perumahan, solusi yang paling ideal dengan memberdayakan Perum Perumnas.
Sebab, sebagai entitas bisnis yang sudah ada sejak lama. Perumnas dipastikan telah menguasai segmen usaha yang akan menopang target penyediaan rumah.

Pengertian Pranata Pembangunan dan Contoh Kasus

Pranata pembangunan sebagai suatu sistem disebut juga sebagai sekumpulan aktor/stakeholder dalam kegiatan membangun (pemilik, perencana, pengawas, dan pelaksana) yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dan memiliki keterkaitan satu dengan yang lain serta memiliki batas-batas yang jelas untuk mencapai satu tujuan.
Lebih jauh bahwa sistem adalah gejala/fenomena yang telah diketahui strukturnya. Struktur disini mengandung arti unsur-unsur yang terlibat dan hubungan keterkaitan yang terjadi antar unsur tersebut.
Sedikit pihak yang terlibat maka sistem tersebut semakin sederhana, sedangkan bila pihak yang terlibat semakin banyak maka disebut sistem kompleks. Kategori sistem ini dapat ditunjukan melalui karakternya, sistem sederhana memiliki karakter sebagai berikut :
1) Jumlah unsur/pihak terlibat sedikit dan interaksinya jelas
2) Atribut dan aturan telah diatur oleh aturan tertentu
3) Sistem berfungsi terkendali oleh waktu (memiliki durasi waktu yang jelas)
4) Sub sistem tidak diturunkan dari tujuannya (goals)
5) Perilaku sistem dapat diprediksi
Sedangkan untuk sistem yang komplek memiliki karakter sebagai berikut :
1) Jumlah unsur/pihak terlibat banyak dan interkasi tidak jelas (tumpang tindih)
2) Atribut dan aturan diatur atas kesepakatan kontrak
3) Sistem berfungsi tidak terkendali oleh waktu
4) Sub sistem diturunkan dari bagian-bagian tertentu
5) Perilaku sistem tidak dapat diprediksi
Suatu sistem dapat merupakan suatu kombinasi antara sistem sederhana dan sistem kompleks. Adopsi peran/pelaku yang terlibat atau partisipan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori adalah tunggal (unitary), jamak (pluralist), dan campuran (coercive). Jadi sistem dapat dipahami tipe dan jenisnya melalui karakter dan partisipan yang terlibat didalamnya. Secara matriks dapat dikelompokan tipe sistem yang didasarkan atas permasalahannya sebagai berikut,
Atas dasar penggolongan tipe ideal suatu sistem dalam konteks permasalahannya maka pranata pembangunan sebagai suatu sistem yang terjadi di lingkungan bidang arsitektur dapat disebut pada tipe “simple-pluralist”. Simple karena unsur utama terkait ada tiga, yaitu : pemilik (owner), perancang/pengawas (designer/supervise), dan pelaksana (contractor) dan jumlah sedikit. Pihak atau partisipan adalah jamak, karena memiliki karakter berbeda dan bentuk organisasi berbeda pula. Ada kultur berbeda pula pada masing-masing peran, pemilik memiliki atribut yang spesifik, perancang memiliki atribut yang khusus pula, dan kontraktor juga memiliki atribut berbeda. Masing-masing berbeda dan berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki latar belakang berbeda maka dapat dikatakan jamak.

Pranata Pembangunan Bidang Arsitektur (Gedung/Bangunan)
Pranata yang telah disahkan menjadi produk hukum dan merupakan satu kebijakan publik. Kebijakan publik itu sendiri merupakan pola keterganungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolekstif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk bertindak atau tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintahan.
Elemen kebijakan adalah peraturan perundang-undangan sebagai suatu kerangka legal formal yang memberikan arah bagi rencana tindak operasional bagi pihak-pihak terkait yang diatur oleh kebijakan tersebut. Peraturan perundang-undangan merupakan kesatuan perangkat hokum antara peraturan yang satu dengan peraturan lainnya memiliki hubungan keterikatan.
Ada lima tahapan untuk memahami proses kebijakan publik itu agar dapat berjalan sesuai dengan tujuannya, yaitu tahap agenda permasalahan, tahap formulasi kebijakan, tahap adopsi,  tahap implementasi, dan tahap evaluasi. Kenyataan yang terjadi antara kebijakan yang dikeluarkan dengan hasil yang akan diharapkan terdapat penyimpangan, terdapat penyalahgunaan, dan terdapat inkonsistensi.

kesimpulan saya, pranata pembangunan bidang arsitektur merupakan interaksi/hubungan antar individu/kelompok dalam kumpulan dalam kerangka mewujudkan lingkungan binaan. Interaksi ini didasarkan hubungan kontrak. Analogi dari pemahaman tersebut dalam kegiatan yang lebih detil adalah interaksi antar pemilik/perancang/pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang/bangunan untuk memenuhi kebutuhan bermukim. Dalam kegiatannya didasarkan hubungan kontrak, dan untuk mengukur hasilnya dapat diukur melalui kriteria barang public.

Pranata dibidang arsitektur dapat dikaji melalui pendekatan system, karena fenomena yang ada melibatkan banyak pihak dengan fungsi yang berbeda sehingga menciptakan anomali yang berbeda juga sesuai dengan kasus masing-masing.

Bukti penerapan dalam bidang arsitektur :
Fenomena permasalahan kepranataan sangat beragam, dari proyek yang diarahkan ke pihak kontraktor (proyek revitalisasi alun-alun lor Surakarta, Suara Merdeka, 1996), proyek yang menyalahi prosedur (proyek penormalan sungai Tanjung dan Sinung, Suara Merdeka, 1996), dan proyek sistem tunjuk ( di Yogyakarta banyak proyek sistem tunjuk, Suara Merdeka, 1996), praktek KKN masih sering terjadi (Inkindo, kompas, januari 2002), masalah modal dan alat tidak mencukupi sehingga tidak bias ikut tender (kontraktor Kaltim tidak bisa ikut tender, kompas, januari 2002). Masih banyak lagi bias, penyimpangan, dan penyalahgunaan hasil pengambilan keputusan public, penyebab maupun akibat yang terjadi erat kaitannya dengan proses pembentukan peraturan itu sendiri. Antara yang menyusun peraturan dan yang menjalankan kurang memahami secara keseluruhan, masih ada kepentingan individu/kelompok lebih dikedepankan daripada kepentingan yang lebih luas. Kelemahan struktur isi dan bahasa dapat dijadikan awal penyimpangan, karena persepsi dan pengetahuan, serta ketrampilan yang berbeda antara masing-masing pihak.

Bidang lain yang sangat terkait adalah (1) pembangunan perumahan dan permukiman dan (2) pembangunan kota. Dua kegiatan pembangunan bidang arsitektur tersebut juga berbeda pada cara pandangnya dalam proses kegiatan pembangunan, masing-masing memiliki pendekatan yang khusus sesuai konteks yang ada. Pembangunan perumahan dan permukiman sebagai misal, bahwa pembangunan perumahan dan permukiman merupakan upaya pemenuhan kebutuhan pokok (basic needs), bahwa rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, dan ini akan memberi wacana kepada permasalahan kepranataan pembangunan yang terjadi.

Masalah pembangunan adalah masalah perubahan, perubahan yang sangat kompleks. Satu pendekatan dan/atau cara untuk memahami permasalahan pembangunan (perubahan) adalah dengan berfikir sistemik. Sistem adalah gejala/fenomena yang telah diketahui strukturnya, sedangkan struktur merupakan unsur dan keterkaitan antar unsur. Pemahaman sintesa atau membangun struktur adalah hasil akhir proses pembelajaran pada tingkat sarjana. Fenomena/gejala dapat dipelajari melalui contoh-contoh yang ada di lapangan dan dengan cara menyusun gejala tersebut akan diperoleh kemampuan berfikir logic dan sistemik melalui metoda kritis.

Rabu, 12 Oktober 2011

RENCANA TATA RUANG MENURUT UU/24 TAHUN 1992


     Dalam rangka menjaga serta mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam keseimbangan yang dinamis dengan perkembangan kependudukan, sekaligus agar dapat menjamin kelangsungan pembangunan nasional yang berkelanjutan, yang kemudian disempurnakan menjadi pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan, maka dikembangkan pola tata ruang yang menyerasikan tata guna serta sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan yang harmonis dan dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan perkembangan kependudukan yang serasi.
Melalui pendekatan kewilayahan, diketahui bahwa ryuang wilayah negara sebagai suatu sumber daya alam terdiri dari berbagai satu sub sistem. Seiring dengan maksud tersebut Undang-undang yang secara langsung berkaitan dengan penataan ruang saat ini adalah UU No. 24 tahun 1992 tentang penataan ruang dalam UU No.24/1992 untuk mewujudkan ruang-ruang yang lebih terorganisir. Penataan Ruang mengisyaratkan agar setiap kota menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota sebagai pedoman dalam pemanfaatan ruang bagi setiap kegiatan pembangunan. RTR Wilayah Kota merupakan rencana pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang disusun untuk menjaga keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka penyusunan dan pengendalian program-program pembangunan perkotaan jangka panjang.

Fungsi RTR Wilayah Kota adalah untuk menjaga konsistensi perkembangan kawasan perkotaan dengan strategi perkotaan nasional dan arahan RTRW Provinsi dalam jangka panjang, menciptakan keserasian perkembangan kota dengan wilayah sekitarnya, serta menciptakan keterpaduan pembangunan sektoral dan daerah.
Maraknya perumahan atau real estat di kawasan Depok tampaknya tidak menyurutkan minat developer untuk terus membangun. Ini tidak lain karena masyarakat masih mendapatkan value dari Depok. Berbeda sekali dengan Bekasi atau Tangerang yang terbukti perumahan di sana sulit berkembang.
Kesalahan utama bukan pada pengembang atau keberadaan perumahan di kawasan Depok, tetapi lebih kepada tidak adanya penataan kota yang terencana di kawasan ini. Terbukti, dari data yang disebutkan di atas, pembangunan perumahan di sana belum melebihi ketentuan yang digariskan oleh pemerintah. Kelemahan yang jelas tampak adalah tiadanya akses jalan alternatif di samping harus diakui tidak ada integrasi kawasan perumahan. Setiap kawasan perumahan cenderung terpencar-pencar (scattered) dan berdiri sendiri. Terlepas dari kelemahan yang tampak, rasanya ke depan kita masih akan menyaksikan naiknya permintaan rumah utamanya kelas menengah atas. Ini karena tidak adanya penambahan signifikan perumahan di kota Jakarta, menyebabkan orang memilih rumah di Depok
Sebaiknya pemerintah tidak segera tanggap dan membenahi infrastruktur yang ada, utamanya jalan, selamanya kemacetan akan menjadi hambatan yang membebani kota Depok.

Sumber:
elib.unikom.ac.id/download.php?id=111805

http://a-life-sketch.blogspot.com/2010/10/hukum-dan-hukum-pranata-pembangunan.html
http://eprints.lib.ui.ac.id/10536/
i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=2036
www.penataanruang.net/taru/upload/paper/sekjen_140604.pdf

http://membangundepok.blogspot.com/2006/02/masalah-tata-ruang-kota-depok.html

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN


  PENGERTIAN HUKUM PRANATA
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, hukum adalah (1) peraturan atau adat yg secara resmi dianggap mengikat, yg dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; (2) undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; (3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb) yg tertentu; (4) keputusan (pertimbangan) yg ditetapkan oleh hakim (dl pengadilan); vonis. Sedangkan Pranata adalah sistem tingkah laku sosial yg bersifat resmi serta adat-istiadat dan norma yg mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dl masyarakat; institusi. Pranata di bidang arsitektur dapat dikaji melalui pendekatan sistem, karena fenomena yang ada melibatkan banyak pihak dengan fungsi berbeda dan menciptakan anomaly yang berbeda sesuai kasus masing-masing.
Jadi, hukum pranata adalah hukum yang terdiri dari kaidah-kaidah atau peraturan dan intuisi atau pranata untuk melaksanakan kaidah tersebut.

STRUKTUR HUKUM PRANATA
Struktur Hukum Pranata di Indonesia :
1. Legislatif (MPR-DPR), pembuat produk hukum
2. Eksekutif (Presiden-pemerintahan), pelaksana perUU yg dibantu oleh Kepolisian (POLRI) selaku institusi yg berwenang melakukan penyidikan; JAKSA yg melakukan penuntutan
3. Yudikatif (MA-MK) sbg lembaga penegak keadilan
Mahkamah Agung (MA) beserta Pengadilan Tinggi (PT) & Pengadilan Negeri (PN) se-Indonesia mengadili perkara yg kasuistik; Sedangkan Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili perkara peraturan PerUU
4. Lawyer, pihak yg mewakili klien utk berperkara di pengadilan,

CONTOH-CONTOH UMUM DAN STUDI BANDING
• Contoh Kontrak Kerja Bidang Konstruksi :
Kontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan rumah sakit antara
CV. PEMATA EMAS
dengan
PT. KIMIA FARMA
Nomor : 1/1/2010
Tanggal : 25 November 2010
Pada hari ini Senin tanggal 20 November 2010 kami yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Richard Joe
Alamat : Jl. Merdeka Raya, Jakarta Barat
No. Telepon : 08569871000
Jabatan : Dalam hal ini bertindak atas nama CV. PEMATA EMAS disebut sebagai Pihak Pertama
Dan
Nama : Taufan Arif
Alamat : Jl. Ketapang Raya, Jakarta Utara
No telepon : 088088088
Jabatan : dalam hal ini bertindak atas nama PT. KIMIA FARMA disebut sebagai pihak kedua.
Kedua belah pihak telah sepakat untuk mengadakan ikatank ontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan Rumah Sakit yang dimiliki oleh pihak kedua yang terletak di Jl. Matraman no 9, Jakarta Timur.
Setelah itu akan dicantumkan pasal – pasal yang menjelaskan tentang tujuan kontrak,bentuk pekerjaan,sistem pekerjaan,sistem pembayaran,jangka waktu pengerjaan,sanksi-sanksi yang akan dikenakan apabila salah satu pihak melakukan pelanggaran kontrak kerja,dsb.