Pasal 12
(1) Penghunian rumah oleh bukan pemilik hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik.
(2) Penghunian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan baik dengan cara sewa-menyewa maupun dengan cara bukan sewa menyewa.
(3) Penghunian rumah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dengan cara sewa-menyewa dilakukan dengan perjanjian tertulis, sedangkan penghunian rumah dengan cara bukan sewa-menyewa dapat dilakukan dengan perjanjian tertulis.
(4) Pihak penyewa wajib menaati berakhirnya batas waktu sesuai dengan perjanjian tertulis.
(5) Dalam hal penyewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak bersedia meninggalkan rumah yang disewa sesuai dengan batas waktu yang disepakati dalam perjanjian tertulis, penghunian dinyatakan tidak sah atau tanpa hak dan pemilik rumah dapat meminta bantuan instansi Pemerintah yang berwenang untuk menertibkannya.
(6) Sewa-menyewa rumah dengan perjanjian tidak tertulis atau tertulis tanpa batas waktu yang telah berlangsung sebelum berlakunya Undang-undang ini dinyatakan telah berakhir dalam waktu 3 (tiga) tahun setelah berlakunya Undang-undang ini.
(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Penghunian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan baik dengan cara sewa-menyewa maupun dengan cara bukan sewa menyewa.
(3) Penghunian rumah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dengan cara sewa-menyewa dilakukan dengan perjanjian tertulis, sedangkan penghunian rumah dengan cara bukan sewa-menyewa dapat dilakukan dengan perjanjian tertulis.
(4) Pihak penyewa wajib menaati berakhirnya batas waktu sesuai dengan perjanjian tertulis.
(5) Dalam hal penyewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak bersedia meninggalkan rumah yang disewa sesuai dengan batas waktu yang disepakati dalam perjanjian tertulis, penghunian dinyatakan tidak sah atau tanpa hak dan pemilik rumah dapat meminta bantuan instansi Pemerintah yang berwenang untuk menertibkannya.
(6) Sewa-menyewa rumah dengan perjanjian tidak tertulis atau tertulis tanpa batas waktu yang telah berlangsung sebelum berlakunya Undang-undang ini dinyatakan telah berakhir dalam waktu 3 (tiga) tahun setelah berlakunya Undang-undang ini.
(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
Sengketa yang berkaitan dengan pemilikan dan pemanfaatan rumah diselesaikan melalui badan peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
(1) Pemilikan rumah dapat dijadikan jaminan utang.
(2) a. Pembebanan fidusia atas rumah dilakukan dengan akta otentik yang dibuat oleh notaris sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pembebanan hipotek atas rumah beserta tanah yang haknya
dimiliki pihak yang sama dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 16
(1) Pemilikan rumah dapat beralih dan dialihkan dengan cara pewarisan atau dengan cara pemindahan hak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pemindahan pemilikan rumah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta otentik.Pasal 32
(1) Penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan dengan:
a. penggunaan tanah yang langsung dikuasai Negara;
b. konsolidasi tanah oleh pemilik tanah;
c. pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah yang dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Tatacara penggunaan tanah yang langsung dikuasai Negara dan tatacara konsolidasi tanah oleh pemilik tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) butir a dan b diatur dengan Peraturan Pemerintah.Pasal 36
(1) Setiap orang atau badan dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal (7),ayat (1), Pasal 24, dan Pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap orang karena kelalaiannya mengakibatkan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(3) Setiap badan karena kelalaiannya mengakibatkan pelanggaran alas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 24, Pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(4) Setiap orang atau badan dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal 12 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Pasal 37
Setiap orang atau badan dengan sengaja melanggar ketentuan harga tertinggi sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan denda setinggi-tingginya Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Aplikasi UU No.4 Th 1992 :
Ancaman Dari UU Pemukiman
DPR didesak menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perumahan dan Permukiman (Perkim) yang akan merevisi UU No.4 Tahun 1992 tentang Perkim. Pasalnya, draf revisi UU Perkim ini tidak mencerminkan rasa keadilan rakyat dalam mengakses fasilitas perumahan sebagai hak dasar yang dijamin dalam konstitusi.Hal itu dinyatakan Ketua Kelompok Keahlian Perumahan dan Permukiman dari Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung (ITB) M Johansyah Siregar dalam Diskusi Kajian RUU Perkim di Jakarta.
Jehansyah berpendapat, draf RUU Perkim yang terdiri dari 18 bab dan 133 pasal seperti ajang proyek perumahan, bukan dalam kerangka pengembangan sistem penyediaan perumahan.
Menurutnya, draf RUU ini hanya berisi perencanaan, rancangan rumah dan jenis-jenis rumah yang bisa dibangun, tapi tidak jelas siapa atau lembaga mana yang bertugas menjalankan peranan pokok dan fungsinya.
"Isi UU semacam itu bisa diinterpretasikan sebagai sebuah landasan untuk menjustifikasi terbalik karena hanya bersifat project oriented" katanya.
Selain itu, kata dia, isi revisi
UU 4 Tahun 1992 itu juga banyak bertentangan dengan arsitektur UU Perumahan yang berlaJcu secarauniversal sehingga berpotensi kian mengerdilkan peran lembaga perumahan dan membuat semrawut tata ruang perkotaan.
Jika DPR tetap mengesahkan RUU tersebut pada tahun ini, para praktisi dan pengamat perumahan mengkhawatirkan terjadinya ketimpangan pasar yang kian melebar di segmen rumah sejahtera bagi rakyat berpenghasilan rendah. RUU Perkim ini diklaim hanya mewakili kepentingan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas.
Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Fuad Zakariajuga khawatir jika RUU Perkim disahkan bisa memberangus kewenangan Perum Perumnas, salah satu BUMN sebagai penyedia perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Fuad menegaskan, jika pemerintah memiliki political will dalam menanggulangi masalah kelangkaan ketersediaan fasilitas perumahan, solusi yang paling ideal dengan memberdayakan Perum Perumnas.
Sebab, sebagai entitas bisnis yang sudah ada sejak lama. Perumnas dipastikan telah menguasai segmen usaha yang akan menopang target penyediaan rumah.