Senin, 21 November 2011

HUKUM PERIKATAN : "PERJANJIAN"


HUKUM PERIKATAN ATAU PERJANJIAN


              Perjanjian adalah salah satu bagian terpenting dari hukum perdata. Sebagaimana diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Di dalamnya diterangkan mengenai Perjanjian, termasuk di dalamnya Perjanjian khusus yang dikenal oleh masyarakat seperti Perjanjian jual beli, Perjanjian sewa menyewa,dan Perjanjian pinjam-meminjam.
 
Tujuan perjanjian layaknya membuat undang-undang, yaitu mengatur hubungan hukum dan melahirkan seperangkat hak dan kewajiban. Bedanya, undang-undang mengatur masyarakat secara umum, sedangkan perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang memberikan kesepakatannya. 

Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan persetujuan pun  harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Agar terjadi suatu perjanjian yang sah, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi, yaitu :
  1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
  3. Suatu pokok persoalan tertentu.
  4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
Syarat Sahnya Perjanjian
Syarat sahnya perjanjian adalah syarat-syarat agar perjanjian itu sah dan punya kekuatan mengikat secara hukum. Tidak terpenuhinya syarat perjanjian akan membuat perjanjian itu menjadi tidak sah. Menurut pasal 1320 KUHPerdata, syarat sahnya perjanjian terdiri dari:
  • Syarat Subyektif
  • Syarat Obyektif. 
Syarat no 1 & 2 disebut dengan syarat subyektif. sedangkan syarat no 3 dan 4 disebut syarat obyektif
Syarat Subyektif  (Mengenai subyek atau para pihak) 
Syarat Obyektif    (Mengenai obyek perjanjian)
 
              Tidak terpenuhinya syarat-syarat subyektif dan obyektif di atas dapat menyebabkan perjanjian menjadi tidak sah. Perjanjian yang tidak sah karena tidak terpenuhinya salah satu syarat subyektif akan mengakibatkan perjanjian itu dapat dimintakan pembatalan (canceling) oleh salah satu pihak. Maksudnya, salah satu pihak dapat menuntut pembatalan itu kepada hakim melalui pengadilan. 
Sebaliknya, apabila tidak sahnya perjanjian itu disebabkan karena tidak terpenuhinya syarat obyektif maka perjanjian tersebut batal demi hukum (nul and void), yaitu secara hukum sejak awal dianggap tidak pernah ada perjanjian. Selain syarat sahnya perjanjian, suatu perjanjian juga baru akan mengikat para pihak jika dalam pembuatan dan pelaksanaannya memenuhi  asas-asas perjanjian.

             Suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. 
Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan di dalamnya.
 
Secara mendasar, perjanjian dibedakan menurut sifat, yaitu :
  • Perjanjian Konsensuil
  • Perjanjian Riil
  • Perjanjian Formil
*Perjanjian Konsensuil adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja, dan pada akhirnya  sudah cukup untuk timbulnya suatu perjanjian.
* Perjanjian Riil adalah perjanjian yang baru terjadi apabila  barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan.
*Perjanjian Formil adalah perjanjian di samping sepakat juga penuangan dalam suatu bentuk atau disertai formalitas tertentu. 
 
Contoh Studi Kasus tentang perikatan yang timbul karena perjanjian 
 
Setiap perikatan pastinya dapat dipenuhi oleh siapapun yang berkepentingan. seperti contohnya seeorang yang berhutang kepada seseorang yang meminjamkan atau mempunyai jasa utang piutang.
Suatu perikatan  bahkan dapat dipenuhi oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan, asal pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utang debitur, atau asal ia tidak mengambil alih hak-hak kreditur sebagai pengganti jika ia bertindak atas namanya sendiri. 
 
Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan utang: 
  • Bila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru untuk kepentingan kreditur yang menggantikan utang lama.
  • bila seorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan debitur lama.
  • bila sebagai akibat suatu persetujuan baru seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama.
Pembebasan suatu utang tidak dapat hanya diduga-duga, melainkan harus dibuktikan. 
 
SUMBER :
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:thDydQ4xLC0J:gatot_sby.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/12801/PERIKATAN%2BDAN%2BPERJANJIAN.doc+penjelasan+secara+mendetail+tentang+perikatan+yang+timbul+karena+perjanjian&hl=id&gl=id
 
http://legalakses.com/perjanjian/ 
 
 
 
 
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar